"Itu masih wacana ya, itu kan permintaan dari Wali Kota dan Bupati kemarin ke Presiden. Karena itu memang amanah dalam undang-undang," kata Muhadjir Effendy di Dome Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Rabu (1/8).
Muhadjir mengaku akan melihat perkembangan lebih lanjut, karena aturannya dalam bentuk undang-undang. Sehingga perlu dilakukan perubahan oleh pihak terkait, jika memang hendak dikembalikan seperti semula. Mantan Rektor UMM ini juga tidak membantah masih banyaknya masalah di lapangan karena memang baru setahun proses peralihan itu dilaksanakan.
"Kita lihat perkembangan, nanti kan kita pelajari kasusnya. Nanti akan kita lihat Apakah itu perlu ada seperti yang diminta wali kota dan bupati atau bisa dicarikan jalan lain yang lebih smoth, yang lebih halus mungkin bisa dengan Inpres atau Peraturan Presiden atau Peraturan Pemerintah," katanya.
Sikap para kepala daerah sebenarnya juga berbeda-beda, sebagian merasa rugi karena tidak bisa mendanai, sehingga khawatir kualitas anak-anaknya akan turun. Anak-anak yang belajar di situ tentu dari lingkungan wilayah setempat.
"Tetapi sebaliknya ada yang senang di-handle provinsi karena anggarannya bisa berkurang, tidak hanya untuk mendanai SMK. Jadi (sikapnya) tidak seragam, masih banyak masalah," katanya.
Sepanjang belum terjadi perubahan aturan perundangannya tentu pengelolaan akan masih tetap, yakni menjadi kewenangan provinsi masing-masing.
Sementara itu, Kemendiknas awal September mendatang akan mengundang Kepala Dinas Pendidikan di Kabupaten dan Kota seluruh Indonesia secara bertahap. Tujuannya untuk duduk bersama menyepakati tentang peta zonasi. Kemendiknas telah memiliki kerangka peta zonasi yang ditawarkan kepada dinas.
"Zona ini sudah pas apa belum? Karena yang tahu lapangan kan mereka. Kalau nanti belum mana yang dibenahi, dan saya berharap setelah itu sudah disusun pedoman penempatan siswa baru sehingga nanti tidak terjadi pendaftaran yang ribet seperti sekarang ini," jelasnya.